Jumat, 25 Februari 2011

INTERMEZO: INI RIEL ATAU MAYA? CUT, BILANG TARI

BEGITULAH, kini antara ada dan tiada, antara nyata dan maya terlanjur bercampur baur. Aku tak pernah melihat, apalagi menikmati video yang menggemparkan itu. Sungguh, aku tak butuh. Kau bertanya, "Ini Riel dan Mayakah?" tak ada yang berani menjawab. Jawaban atau respon apa pun akan menjadi mengerikan jika telah terkait dengan MABES POLRI. Apa urusannya kok sampai Mabes Polri? CUT ujar Tari.

MABES POLRI? Apakah urusannya soal begituan sampai ke Mabes Polri? Bukankah urusan begituan cukup diselesaikan secara adat di RT setempat? Pelaku Video nyata atau Maya akan mendatangkan keramaian jika diarak (tapi jangan sambil minum arak atau tuak) keliling kampung seperti Raja dan Ratu Sejagad. Mereka berdua diminta membeli kambing untuk Upacara bersih desa (kota) tempat mereka melakukan hubungan bilateral tanpa Duta Besar itu. Rakyat kampung yang hidupnya miskin bisa makan bersama kambing guling rame-rame. CUT, ucap Tari!

Bukankah urusan beginian lebih berurusan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Pendapatmu ini boleh juga. Kenapa MUI cuma ngurusi fatwa rokok haram, sementara pabrik rokok menjadi donasi rapat-rapat nasional, pertandingan sepak bola, dan pertunjukan film-film di layar kaca? Bukankah rokok juga yang mendanai proposal-proposal berbagai kegiatan? Mestinya MUI turun ke lapangan ketika ada persoalan Riel dan Maya. CUT, bilang Tari!

Ini Riel dan Maya ya? Cut, bilang Tari.


bengkel puisi swadaya mandiri
jambi 25 juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar