Kamis, 09 Februari 2012

DRAMATISASI PUISI "UPACARA GERIMIS"NYA DIMAS ARIKA MIHARDJA

Naskah Pentas Usup Supriyadi

PEMAIN:
SUARA GAIB (Laki-laki "jelang senja")
SEORANG IBU (Perempuan "jelang senja")
PENARI (6 Orang, 3 Orang penari hujan, 3 orang penari tirai)
PESINDEN (Perempuan, bisa pula laki-laki)
ORANG-ORANG KECIL (Beberapa orang, minimal 5 orang, salah satunya berperan sebagai anak sekolah dan mahasiswa)
ORANG-ORANG BESAR (Beberapa orang, minimal 5 orang, salah satunya berperan sebagai Penguasa 1, Penguasa 2, Pengusaha, Pengaman)



LATAR DEKORASI:
Latar belakang warna hitam, ada tiang bendera dengan bendera terpasang setengah tiang, di depannya sebuah keranda, di sebelah kiri orang-orang besar, di sebelah kanan orang-orang kecil.



LAKON SATU BABAK


(LAYAR DIBUKA)


SUARA GAIB     
: (kutipan bait pertama sajak "Memorandum"-nya Dimas Arika Mihardja
dengan nada lirih)
usai sudah/ ruyati dipancung/
dan lainnya/ digantung/



KOR                   
: Huuu huu huu huu huu
Huuuuuuu huuuuuuuuuuuuuu (dengan irama lagu Gugur Bunga-nya Ismail Marzuki)



SEORANG IBU  
:  (Di tengah kor yang masih berlangsung, memvisualisasikan keadaan gelisah 
atas kehilangan seorang anak yang dicintainya)



SUARA GAIB    
: (kutipan sajak Upacara Gerimis-nya Dimas Arika Mihardja dengan nada lirih)
Pasukan hujan berbaris



PENARI             
: (Beberapa penari masuk dan mengitari aktris seorang ibu dan sesekali berputar dengan
kostum serba hitam sambil membawa papan spanduk kecil yang bergambarkan
buliran air hujan, sesekali ada efek petir menyambar dan gemuruh angin)



ORANG-ORANG KECIL 
: (Menatapi para penari dengan sebatang lilin menyala di tangan mereka)



SUARA GAIB    
: (kutipan sajak Upacara Gerimis-nya Dimas Arika Mihardja dengan nada lirih)
Pasukan hujan berbaris
Pandang matanya mengiris nurani
Mikrofon tegak di atas kehampaan



ORANG-ORANG BESAR 
: (Berlari menuju orang-orang kecil, lalu memadamkan nyala lilin yang ada pada
tangan mereka, tak ada perlawanan dari orang-orang kecil)



ORANG-ORANG KECIL (Anak Sekolah) 
:  "Pak, bagaimana cara membaca cuaca?"



ORANG-ORANG BESAR (PENGUASA 1) 
: (Seorang ajudan memberikan secarik naskah pidato, lalu ia
membacanya dengan suara yang dalam)
di balik semak kata-kata/ tergambar peta,/ tahta,/ dan mahkota/
maka/ kata tanya/ membentur meja/ para pemuja/
benda-benda nguap/ dalam sajak/ yang sesak/
oleh segala isak/ (kutipan sajak Catatan Perjalanan (5)-nya
Dimas Arika Mihardja) Maka, wahai orang-orang kecil
tenanglah... tenang... nang... nang... nang...(efek gemuruh angin)



ORANG-ORANG KECIL 
: (Mematung)



ORANG-ORANG BESAR (PENGUASA 2)            
: (Tertawa) Ha ha ha... Benar kata Penguasa 1
Tenanglah, tenang, nang, nang, lagian, siapa suruh jadi
pegawai di luar negeri? Siapa suruh bikin rumah di tepi
pantai, kalau ada ombak besar pasti kena, eh
kalau udah terjadi, kami lagi yang disalahkan! orang-
orang besar! Dan yang tinggal di lereng merapi, apalagi ha ha ha...
(efek petir dan kilat)



ORANG-ORANG BESAR (PENGUSAHA KAPITALIS)         
:  Siapa suruh mau jadi buruh? Tahu diri dong! Kami ini
nyari untung, tak peduli kalian buntung! Biarkanlah pengusaha memiliki
fleksibilitas dong! (efek suara
mesin produksi yang ada di sebuah industri)



ORANG-ORANG BESAR (PENGAMAN)          
: (efek suara letupan pistol beberapa kali)
Heiii! Dengar tidak orang-orang kecil? Kalian begitu
tidak bisa diatur! Sandal kami pun kalian embat!



ORANG-ORANG KECIL
: (Mereka mulai gusar, dan tidak hanya mematung, saling lirik dan berbisik
ada yang menggeleng kepala ada yang manggut-manggut, suasana kian gaduh)



ORANG-ORANG BESAR (PENGUASA 1) 
: (Mereka mulai khawatir, dan menyuruh penguasa 1 untuk
segera menenangkan orang-orang kecil) Tenang... tenang...
kalian tidak perlu bimbang, saya akan usahakan... (membaca
sajak "Kepada Lembah dan Batang"-nya Usup Supriyadi)
kepada batang yang tunggal
kepada lembah yang punggal
: marilah kita sejenak tiarap
mendaratkan harap, menikmati apa yang tampak!



PESINDEN                                                    
: (Menembangkan kutipan sajak "Pada Tirai yang Melambai"-nya
Dimas Arika Miharja dengan gaya cianjuran yang
menyayat, kalau memungkinkan dengan diiringi alat musik
kecapi atau seruling)
Pada tirai yang melambai/ terasa ada badai... (penari kedua
memasuki panggung dengan membawa tirai yang dilambai-
lambaikan di antara penari pertama, seorang ibu, dan
keranda dengan gaya tarian gusar)
Lalu mayat-mayat terkulai/ pucatpasi (para penari
berkaparan) tiada suara/ tawa dan canda/ di sini/ semua fana
semata/ hanya seremoni belaka:/ doadoa sederhana/
mengangkasa



ORANG-ORANG BESAR (PENGUASA 1) 
: Mari kita mengheningkan cipta!
Mengheningkan cipta mulai! (Semua merunduk)



KOR                                                              
: Huuu Huuuu Huuuuu Huuuuu (dengan irama lagu
mengheningkan cipta-nya T. Prawit)



SEORANG IBU                                            
: (kutipan sajak Senja di Citayam-nya Asep Sambodja)
saat tubuh kian rapuh/ apa sebaiknya menunggu?/
aku tak ingin menunggu/ aku ingin terus berlari/
dan terus berlari/ sampai nanti/ sampai mati/
(dengan nada pilu dan bersimpuh menghadap keranda)



ORANG-ORANG KECIL (Mahasiswa)   
: (Berorasi, dengan semangat Bung Tomo, kutipan sajak
Menjelang Liburan-nya Dea Anugerah)
seribu hari/ kami tegak berdiri/ sebagai para petani. sebagai
orang-orang/ yang mengikateratkan serbuksari/ pada
putikpuitik/ bunga matahati/ yang bersemai/ dan bertumbuh/
menjadi himne rindu./ kami./ persembahkan./ pada./ ibu./
hari ini./ hari ini/



ORANG-ORANG KECIL                        
: (Mereka menghampiri seorang ibu, menyiumi tangannya,
lepas itu seorang anak mencoba melawan penguasa 1, tiba-
tiba Pengaman menembaknya hingga tewas, semua menjerit)



ORANG-ORANG BESAR (Penguasa 2)  
: Siapa lagi berani melawan? (tantangnya sambil tertawa)



SUARA GAIB                      
: (kutipan sajak  kutipan sajak Upacara Gerimis-nya Dimas Arika Mihardja dengan nada lirih)
pasukan hujan berbaris (penari hujan kembali bangkit, menari di antara kerumunan seorang ibu, keranda, dan orang-orang kecil yang meratapi korban tembak) pandang matanya mengiris nurani
mikrofon tegak di atas kehampaan
menyimpan aneka suara aneka irama
basah disiram resah
komandan upacara-ibu pertiwi
sedang bersedih hati
upacara kenduri tak usai
tak sampai tak terpahami
o, air mataku berlinang
nyanyikan bendera stengah tiang!



PESINDEN
: (Menembangkan kutipan sajak "Pada Tirai yang Melambai"-nya Dimas Arika Mihardja dengan gaya cianjuran yang menyayat, kalau memungkinkan dengan diiringi alat musik kecapi atau seruling)
pada tirai yang melambai
ada yang tergadai, seperti pantai landai
(orang-orang kecil bangkit dan memvisualisasikan perlawanan kepada orang-orang besar, penari hujan dan tirai menari di sekitar tiang bendera dan keranda)
tempat riak dan ombak berontak
atau saling bantai, tak henti-henti mencumbui
karang, teripang, juga segala bayang



SUARA GAIB
: (efek petir, letupan pistol, jerit tangis, orang-orang kecil dan besar sama-sama tidak sadar, saling tampar)
jika dada rasa sesak! tuak menggelegak! jangan campakkan sajak-sajakNya! (kutipan bait akhir sajak sederhana untukmu karya Dimas Arika Mihardja dengan nada suara yang tinggi!)



PESINDEN
: (kutipan sajak Tableau Menjelang Malam-nya Taufiq Ismail)
abu-abu/ langit hitam/ dan sten (stengun?)/
menunggu/
lalu lintas sepi/ (suara-suara orang-orang kecil dan besar mulai samar)
semua menanti
jendela bertutupan
apa yang akan terjadi
di sini
semua menanti



SUARA GAIB
: (kutipan bait akhir sajak Salemba-nya Taufiq Ismail)
anak(mu) yang berani
telah tersungkur ke bumi
ketika melawan tirani



(Layar Tertutup)

Akhirnya, selesai juga belajar buat naskah dramanya.

Bogor, Februari 2012

1 komentar:

  1. Menarik untuk digarap, mudah-mudahan Anjungan Puisi Jambi
    bisa mewujudkannya.

    BalasHapus