Sabtu, 26 November 2011

PENERBITAN BUKU PUISI SEBAGAI REAKTUALISASI DAN REPOSISI WACANA PUISI

Salam Puisi

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri (BPSM) merupakan sanggar yang saya rintis selama lebih 25 tahun. Selama beraktivitas, saya menggelinding dan berproses sendiri di tengah arus deras perpuisian Indonesia. Kini, atas permintaan beberapa sahabat, BPSM diniatkan untuk ruang pajang bagi kreasi puisi, ruang ekspresi kreativitas bidang puisi, menyediakan aksesories puisi, dan memaksimalkan kegiatan sanggar penulisan puisi, apresiasi puisi, dan cinta pada puisi.

Siapa pun dapat hadir di BPSM turut berpartisipasi menumbuhkembangkan potensi anak negeri di bidang penulisan kreatif puisi, konsultasi puisi, pemajangan puisi, pemaknaan puisi, dan melakukan inovasi di bidang penulisan kreatif puisi.

Dunia kreativitas penulisan kreatif puisi begitu luas tanpa batas. kreativitas senantiasa menyumbul dan meretas batas-batas yang memungkinkan untuk menemukan gaya pengucapan, pola pengucapan, dan bentuk estetis penulisan puisi. Hal yang terpenting adalah tekun menjalani proses, tanpa harus terburu-buru mencicipi hasil karya. Karya dan kekaryaan di bidang kerativitas penulisan puisi selalu memberikan kemungkinan-kemungkinan yang asyik dan menyenangkan.

 Sebagaimana fungsi bengkel pada umumnya, pada awalnya komunitas ini difungsikan untuk saling bertegur sapa melalui puisi. Setiap hari ada saja yang memposting puisi, lalu warga bengkel meresepsi, menikmati, minimal membaca lalu memberikan komentar sebagai respon. Tak kurang, aroma kritik dan saran mewarnai setiap puisi yang diposting. Semuanya bermuara pada perlunya proses kreatif. Proses kreaatif yang lalu diwadahi melalui Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, pada hakikatnya menyediakan wadah bagi pribadi-pribadi yang mandiri dalam berkarya.

Penerbitan Buku Puisi

Menilik adanya progres dan perkembangan signifikan atas puisi-puisi yang diposting, menjelang akhir tahun 2011 saya sebarkanlah “undangan terbuka” terkaait rencana menerbitkan puisi sebagai agenda tahunan. Buku ini, yang realisasinya memuat keberagaman tema, beragaman asal-usul kreaatornya, perspektif keberagaman pengalaman dan perjalanan kreatifnya, bagaimana pun meninggalkan jejak. Itulah sebabnya, buku antologi ini diberi tajuk “JEJAK SAJAK”. Hal yang perlu dikemukakan terkait dengan penerbitan buiku ini ialah apakah puisi karya generasi kini, yang lebih banyak memposting puisi di dunia maya memiliki sisi komunikasi puitik yang meninggalkan jejak? Sisi komunikasi puitik sebagai “jejak” kreatornya, tentu saja menarik ditilik dari perspektif fungsinya dalam berbagai dimensi kehidupan.

Buku yang sedang dipersiapkan diberi tajuk JEJAK SAJAK. Buku ini rencananya memuat puisi-puisi yang diseleksi oleh Tim Kurator yang independent, bebas dari nuansa pertemanan, kolusi, atau kwdekatan. Tahap pemilihan puisi dilakukan dengan menghilangkan nama penulis dengan maksud agar yang pertama-rtama yang diseleksi ialah puisinya, bukan penyairnya. Kiat ini telah banyak dilakukan untuk menjaga kualitas puisi. Puisi diberikan ruang bebas, tanpa intervensi penjelasan biodata penyairnya. Dengan begitu akan terseleksi puisi-puisi yang memang layak terpajang dalam buku. Tim kurator yang menyeleksi puisi memang dirahasiakan atau tidak diumumkan agar dapat bekerja objektif bersandarkan pada materi puisi. Puisi bagaimana pun juga akan meninggalkan jejak dan pada gilirannya puisi hadir mewakili penyairnya untuk berkomunikasi dengan pembaca. Dalam konteks ini tentu saja, puisi telah menjalankan fungsi komunikatifnya.

Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Di samping fungsinya yang bersifat umum tersebut, dalam komunikasi puisi bahasa memiliki fungsi-fungsi yang bersifat khusus. Fungsi-fungsi yang bersifat khusus itu tetap merupakan bagian atau aspek fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Fungsi komunikatif “puisi” diasumsikan sama dengan fungsi ba­hasa pada umumnya, meskipun aspek yang dijadikan sasarannya berbeda. Adalah suatu kenyataan bahwa manusia memperguna­kan bahasa sebagai sarana komunikasi. Demikian juga penyair dalam menu­lis puisi pada dasarnya untuk memenuhi keinginan berkomunikasi dengan para pembacanya. Pada satu sisi penyair bertindak selaku penutur dan pada pihak lain pembaca bertindak sebagai mitra tutur. Dalam komunikasi yang wajar dan lancar hubungan antara pembicara dan penyimak terasa se­bagai suatu peristiwa biasa dan wajar.
Fungsi bahasa yang bersifat khusus itu bermacam-macam dan klasifikasinya pun beraneka ragam.

Sejumlah ahli bahasa telah menaruh perhatian besar terhadap fungsi bahasa. Halliday dalam buku berjudul Explorations in the Functions of Language (1973) mengemukakan tujuh fungsi bahasa sebagai berikut: (1) fungsi instrumental (instrumental function), melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi; (2) fungsi regulasi (the regulatory function), bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa sehingga muncul ben­tuk-bentuk persetujuan, celaan, keti­daksetujuan, dll.; (3) fungsi pemerian (the representational function), yakni peng­gunaan bahasa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta, dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan dengan cara menggambarkan; (4) fungsi interaksi (the interactional function) bertugas untuk menjamin serta meman-tapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi, interaksi sosial; (5) fungsi perorangan (the personal function) memberi kesempatan kepada seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Kepriba­dian seseorang biasanya ditandai oleh penggunaan fungsi per­sonal bahasanya dalam berko­munikasi dengan orang lain. Dalam konteks ini, kesadaran, perasaan, dan budaya turut bersama-sama dalam in­teraksi; (6) fungsi heuristik (the heuristic function) melibatkan penggunaan ba­hasa untuk memperoleh pengetahuan, mempelajari seluk-beluk lingkungan dengan mengajukan per­tanyaan; dan (7) fungsi imajinatif (the imaginative function) melayani pen­ciptaan sis­tem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.

Dengan istilah lain, Levinson meminjam pendapat Jakobson (1960) untuk mengungkapkan fungsi ujaran (baca: fungsi komuni­katif bahasa) se­bagai berikut: (1) fungsi referensial, memusatkan perhatian kepada isi acuan sesuatu pesan; (2) fungsi emotif (ekspresif), memusatkan perhatian kepada keadaan sang pem­bicara; (3) fungsi konatif (direktif), memusatkan perhatian kepada keinginan-keinginan sang pembicara untuk dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyi­mak; (4) fungsi metalinguistik, memusatkan perhatian kepada sandi atau kode yang dipergunakan; (5) fungsi fatik, memusatkan perhatian kepada saluran; dan (6) fungsi puitik (estetik), memusatkan perhatian kepada bagaimana ca­ranya suatu pesan disandikan atau ditulis dalam sandi. Fungsi emotif dalam terminologi Jacobson identik dengan fungsi ekspresif, fungsi konatif identik dengan fungsi direktif, dan fungsi puitik identik dengan fungsi estetik.

Ahli bahasa yang lain, Finochiaro (1977) membedakan fungsi bahasa menjadi lima kelompok. Kelompok itu adalah sebagai berikut (1) fungsi personal, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menyatakan diri, baik berupa pikiran maupun berupa perasaan; (2) fungsi interpersonal, yakni merupakan fungsi yang menyangkut hubungan antarpenutur atau antarpersona untuk menjalin hubungan sosial; (3) fungsi direktif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk mengatur orang lain, menyuruh orang lain, memberikan saran untuk melakukan tindakan, atau meminta sesuatu; (4) fungsi referensial, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menampilkan suatu referen dengan menggunakan lambang bahasa; dan (5) fungsi imajinatif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi.

Apabila dikaji lebih lanjut, meskipun terdapat beragam pendapat dan klafisikasi fungsi bahasa dari para pakar, dapat dinyatakan bahwa bahasa dalam puisi yang dimuat dalam buku ini berfungsi mengkomunikasikan tiga hal, yakni pikiran, perasaan, dan sikap. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Dengan bahasa manusia hidup dalam dunia pengalaman nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Manusia mengatur pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi pada dunia simbolik. Selain itu, manusia memberi arti bagi yang indah dalam hidup ini dengan bahasa. Dari sanalah tercipta karya yang mengungkapkan nilai-nilai estetik, antara lain berupa puisi. Akhirnya, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan pikirannya, mengekspresikan perasaannya, dan menyatakan sikapnya.

Puisi-puisi yang terangkum dalam buku ini dapat diklasifikasikan sebagai puisi yang berpijak di bumi (Indonesia) dan puisi-puisi “melangit”. Sebagian sajak yang digubah oleh penyair terasa mengendap di ruang senyap, tak terjamah pembaca, dan pada akhirnya komunikasi batiniah menjadi sesuatu yang mewah. Dalam “Puisi Langit” secara umum merisalahkan betapa penyair berusaha sangat keras menyibak rahasia Ilahi. Pergumulan kemanusiaan di bumi dan di bawah langit lalu ‘menjeritkan luka mencinta”. Seperti pintu-pintu yang berderit, perlahan terbuka; atau seperti jendela yang terkuak, pembaca buku ini dapat melacak jejak tanda cinta penyairnya dalam bergumul dengan persoalan hidup dan kehidupan di bumi dan mengarah ke ketinggian langit. Selamat membaca dan menikmati gubahan penyair semoga pembaca budiman dapat melacak jejak serta memperoleh hikmah kebaikan.

Demikianlah sekilas gambaran program atau agenda Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, melakukan upoaya secara mandiri, nirlaba, dan memprioritaskan kebersamaan dalam bingkai saling asih, saling asah, dan saling asuh. Terkait dengan hal itu, maka apabila ada pihak yang membrikan support berupa donasi, bantuan moril atau materiil akan diterima dengan segenap cinta.

Salam.


Dimas Arika Mihardja
Direktur Eksekutif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar