Sabtu, 26 November 2011

ASPIRASI, KONSPIRASI, DAN KONTRADIKSI

(Sebuah Puisi yang Ditulis oleh Jurnalis Hati Nurani)

Hati Nurani, secara khusus ditugasi untuk meliput pemilihan rektor Universitas Jambi yanag baru-baru ini terselenggara pada sidang Rapat Tertutup Senat Universitas yang dihadiri wakil menteri . Meski  sidang berlangsung tertutup, tidak berarti segala hal lantas dapat ditutupi. Hal yang menarik saat pemilihan rektor baru di Kampus Pinang Masak ini ialah persoalan aspirasi, konspirasi, dan kontradiksi. Bagaimanakah hal ini dapat kita pakai sebagai refleksi dan referensi kehidupan akademis yang dinamis, sehat, dan dijadikan dambaan semua unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi, sebagai pilar-pilar yang kokoh tak tergoyahkan untuk meraih peradaban?  Inilah liputannya.

Pemilihan rektor  digelar di ruang rapat senat.  Rapat dinyatakan tertutup untuk menutupi wajah kebenaran dan wajah kewajaran  dengan wajah kepalsuan. Melalui layar lebar yang dibentang di luar ruang, saat layar putih bergetar ditampar oleh angin, terlihat dengan jelas wajah Kebenaran dan kewajaran tersembunyi  di ruang mimpi, penuh misteri, dan ditutupi oleh gelora ambisi untuk duduk di atas kursi.  Aspirasi  nguap akibat konspirasi  suara menteri  hingga muncullah apa yang disebut kontradiksi.

Aspirasi yang begitu kuat diam-diam dilenyapkan oleh jaring laba-laba yang dibangun di atas neraca rugi-laba, jurnal-jurnal kepentingan, dan buletin yang mewartakan tentang rektor baru. Rektor baru  dipilih dengan suara palsu, suara minor, dan teror gaya baru: suara wakil menteri  tertuju pada satu nama yang secara faktual mimim pemilih. Rekor baru tercipta sebagai  pemenang yang mengandung kecurangan.

Kontradiksi mewarnai hari-hari. Visi dan misi nyaris tiada arti. Keadilan dan kearifan telah menjadi sesuatu yang mahal, langka, dan teramat sulit menjadi nyata. Birokrasi adalah jaring laba-laba, terentang hanya untuk menangkap mangsa. Siapa pun mendekati jaring laba-laba, akan lekat lalu ditangkap oleh tangan-tangan kekuasaan. Idealisme, aspirasi, sikap ilmiah lalu lenyap.  Di setiap tempat yang ada hanyalah rasa curiga. Tak ada lagi saling tegur sapa berlandaskan cinta. Yang ada ialah kepentingan sesaat yang membuat sesat.

Kertas suara berserakan di ruang sidang. Nurani memunguti kertas-kertas bertuliskan nama-nama di atas cap dan tanda tangan panitia. Kertas-kertas suara itu berbisik, berisik, lalu beterbangan di udara hampa.  Kertas-kertas suara itu lalu kasak-kusuk  membicarakan persoalan konspirasi tingkat tinggi dengan cara lobi, strategi bergerilya untuk menawarkan nama yang hendak dipilih melalui pertemuan demi pertemuan di gelap malam, di rumah-rumah makan, di gedung-gedung kementerian. Sementara bendera almamater merunduk malu di sudut remang.

Di depan gerbang, seekor angsa putih tak letih mengurai buih. Keris Si Ginjai telah lenyap dari paruhnya.  Warga Kampus Pinang Masak sibuk memasak menu makanan yang kelak disajikan di pesta perayaan kemenangan. Kemenangan yang diraih dengan cara-cara yang tidak akademis. Kemenangan yang diraih lebih karena nuansa politis. Tragis. Miris. Nurani teriris-iris. Semua tak lebih serupa strategi teroris yang pelan tetapi pasti akan melumpuhkan segala sendi dan kisi-kisi kehidupan akademis. Keilmuan hanya menjadi impian.  Orang-orang akan menjadi apatis, pragmatis, hedonis, dan menghalalkan segala cara untuk sekedar bertahan dari iklim pancaroba, cuaca buruk, dan badai yang senantiasa mengintai.

Kesadaran harus dibangunkan. Keyakinan harus dijadikan acuan dalam melakukan perubahan. Perubahan yang mengarah pada bangunan mental-spiritual yang kokoh dilandasi oleh idealisme sederhana: berjuang atas dasar cinta. Tak ada kalaah dan menang dalam pemilihaan. Satu hal yang seharusnya lahir dari institusi pendidikan ialah para pemimpin yang mampu memilah dan memilih agenda kerja yang memberikan dampaka nyata. Bukan pemimpin yang pintar memilih kawan, berkolusi, berkonspirasi dengan pertinggi setingkat menteri hanya untuk kepentingan seseorang atau segolongan, melainkan kepentingan peradaban dengan segala kemajuan yang membanggakan.

Tangan-tangan kekuasaan, tangan-tangan kepentingan, dan berjuta tangan  telah menetapkan bahwa tanggyung jawab, perjuangan, dan cinta hendaklah senantiasa dikibarkan. Jangan biarkan bendera almamater merunduk malu di sudut ruang rapat senat. Malu melihat dan mencatat aneka gelaagat yang tersembunyi. Aspirasi saatnya tegak berdiri, melakukan aksi, dan memberikan bukti bahwa institusi pereguruan tinggi semestinya mengamalkan otonomi, bukan intervensi. Institusi perguruan tinggi bukan tempat berkolusi melakukan manipulasi. Nurani akan tetap mengawasi setiap gerak langkah, bahkan niat-niat jahat. Nurani akan terus berjihad melawan segalaa yang bernama kepalsuan, segala upaya menutup wajaah kebenaran, dan selalu menuntut kewajaran.

Mendalo Darat, November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar