Jumat, 30 September 2011

PUISIKU MENYUSUP LALU MENYUSU SEBELUM PADA AKHIRNYA MENYUSUT


PUISIKU MENYUSUP LALU MENYUSU SEBELUM PADA AKHIRNYA MENYUSUT

[PUISIKU MENYUSUP)
larut di kedalaman dada laut
gelora-Nya senantiasa menggulung ombak resah
resahku. resah yang membuncah

aku tengadah di bawah rekah bibir-Mu
mendamba dan meminta usapan dan asupan cinta
melaratkan dan mendaratkan harap yang lindap

[LALU MENYUSU]
di geriap ayat-ayat
memaknai segala isyarat
sepanjang riwayat bercinta

aku ingin berlama-lama menyusu
segala yang bernama hakikat dan syariat
lengkap dengan hasrat saling dekap

[PADA AKHIRNYA MENYUSUT]
kembali menjadi remah
mengabu serupa debu
di kaki-Mu


29/09/2011

Minggu, 18 September 2011

INTERMEZO VERSI HERU EMKA


  1. IBU GURU PUNYA DUA

            Di kelas, Ibu Ani sedang mengajarkan Bahasa Inggris kepada murid-muridnya. Dia sedang menjelaskan kata benda ( nouns )  dengan topik bahasan kaki. Di antara murid-muridnya, Agung yang paling lemah dalam mata pelajaran ini, sehingga gurunya harus menjelaskan berulang kali kepadanya. 
            “ Apa artinya foot, Agung ? Masak lupa lagi. Kan ibu sudah berulang kali menjelaskan arti kata benda, atau nouns. Begini saja, sapi punya empat buah benda ini, sedangkan ibu punya dua. Nah apakah itu ?, “ tutur Ibu Ani.
            “ Oh kalau itu saya tahu, bu guru,” jawab Agunga.
            “ Bagus. Coba katakan.”
            “ Tetek bu guru.”

  1. DIPOMPA ANGINNYA

            Roni kecil, yang baru berumur enam tahun, berjalan ke dapur menghampiri mamanya, yang sedang membuat sarapan, lalu berkata,” Mama, kemarin Roni melihat mama sedang berada di atas badan papa, bergerak naik turun.
            “ Mama sedang apa sih ?.”, tanya Roni.
            Kaget juga sang mama mendengar anaknya berkata seperti itu. Namun dia tak kekurangan akal, segera menjawab, “ Oh…itu…Papamu kan sedang masuk angin, jadi mama naik ke atas tubuhnya dan memompa anginnya, agar papamu tidak masuk angin lagi.”
            Si kecil Roni manggut-manggut sambil berkata,” Kasihan papa ya ma, sekarang sering masuk angin. Kemarin Roni juga melihat Tante Nila juga sedang seperti mama, memompa angin dari badan papa.”

  1. TERNYATA PROFESIONAL

            Setelah berkenalan, seorang pemuda segera menjalin kencan dengan perempuan pujaan hatinya. Pucuk dicinta ulam tiba, perempuan itu pun menaruh minat yang serupa.
Mereka segera melewatkan waktu berdua di sebuah taman. Ketika mereka sedang asyiknya bercumbu rayu, si perempuan mendesah, “ Oh mas, ternyata kau sangat berpengalaman…”
            “ Tentu saja dik, ini memang sesuai dengan profesiku,” jawab si pemuda kalem.
            “ Kalau boleh tahu, apakah profesimu ?”
            “ Pemerah susu sapi.”


  1. SEPERTI MENGGENGGAM BURUNG

            Sejak suaminya menjadi general manager, Nyonya Bambang belajar bermain golf, karena isteri direktur lainnya juga sering bermain golf bersama relasinya. Namun agaknya Nyonya Bambang tergolong sebagai perempuan yang hanya bagus bentuk tubuhnya, dan kurang cemerlang kecerdasannya. Sudah dua bulan dia berlatih, namun memegang stick   ( tongkat pemukul )  golf dengan benar pun dia belum bisa.
            Akhirnya (dengan perasaan agak bosan ) pelatihnya berkata ,” Begini saja, nyonya, agar Anda bisa memegang  stick dengan benar, anggap saja Anda sedang menggenggam  barang yang paling Andas sukai, misalnya burung suami Anda. Lalu pukul bola golf yang ada di situ dengan keras. Bisa ?.”
            Nyonya Bambang pun mencoba memegang stick golf tak ubahnya dia ‘memegang’ burung suaminya, lalu memukul bola golf., dan ….wuuuusss….bola golf terbang melayang cukup jauh.
            Melihat hal ini, pelatih bertepuk tangan spontan, lalu berkata,” Yah cukup bagus, tapi Anda harus segera melepaskan stick golf dari mulut Anda.”


  1. IMPROVISASI LEGENDA

            Si Gadis Kecil Bertopi Merah *) akhirnya tak takut lagi pada Serigala yang ingin memangsanya. Dia tak lagi sembunyi-sembunyi, tapi dengan cuek berjalan menuju rumah neneknya di tepi hutan. 

            Tentu saja Serigala yang selalu mengincar gadis cilik itu untuk dimangsa, jadi kegirangan. “ Akhirnya muncul juga kesempatan agar aku bisa memakanmu.”

            “ Makan, makaan melulu yang dipikirkan…Membosankan… Sesekali aku diajak bercinta dong..”, begitu keluh gadis cilik dalam dongeng itu.

            *) Gadis Cilik Bertopi Merah ( Litlle Red Riding Hood )  ini adalah tokoh utama dalam salah satu dongengan Grimm Bersaudara. Dikisahkan ada seorang gadis cilik yang ingin berkunjung ke pondok neneknya di tepi hutan. Padahal seekor serigala buas ingin memangsanya. Berkat kecerdikannya, akhirnya gadis cilik ini berhasil menghindar dari ancaman si buasNah, aku membelokkan kisahnya menjadi humor seperti ini

Diunggah dari rubrik Jendela Tawa Heru Emka, sebuah akunnya di Facebook

Senin, 05 September 2011

MONOLOG DAM


Di kepala saya berparade dan menyumbul keluar aneka jenis karya sastra yang pernah dibaca dan selalu menggoda lantaran pesonanya SENGSARA MEMBAWA NIKMAT, BELENGGU, JALAN TAK ADA UJUNG, SENJA DI JAKARTA, SAMAN, LARUNG, DILARANG MENCINTAI BUNGA-BUNGA, KEMARAU, ZIARAH, KERING, KHOTBAH DI ATAS BUKIT, PADA SEBUAH KAPAL, LELAKI TUA DAN LAUT, BUKAN PASAR MALAM, UPACARA. Novel-novel itu jalan ceritanya, karakternya, alurnya, konflik-konflik yang dibangun, klimaks, antiklimaksnya berdesakan di kepala.

Di kepala lalu menyeruak minta dikuak AZAB DAN SENGSARA, seperti juga 3 penyair TIGA MENGUAK TAKDIR, lalu buku puisi Subagio Sastro Wardoyo DAN KEMATIAN ITU MAKIN AKRAB, novel Muchtar Lubis melintas di JALAN TAK ADA UJUNG, HARIMAUHARIMAU,SENJA DI JAKARTA, lalu terasa dan tersentuh kembali novel Iwan Simatupang KERING, karya-karya Putu Wijaya menyerbu serupa BOM, JANGAN MENANGIS INDONESIA, SUMUR TANPA DASAR, SIKLUS, MACHBETH, ROMEO AND JULIET, ASMARADANA, GATHOLOCO, PARIKSIT, JANGAN BILANG AKU MONYET melintas kumpulan puisi Sapardi Joko Damono HUJAN BULAN JULI, disusul nyanyian Subagio SYIMPHONI terus mengalirkn irama hidupdan berdenyut di rongga kepala, dada,dan segenap rasa.

kepalaku terus diaduk-aduk oleh Hermeneutika, Analisis Wacana Kritis, rancang bangun Strukturalisme, formalisme, semiotik, dekonstruksi, semua serupa alur sorot balik menjadi semacam monolog batin. Aliran kritik sastra dari tradisional hingga posmodernisme. Sosiologi, morfologi, sintaksis, wacana, frasa, kata kata kata kata makna makna makna kata kata kata nilai nilai nilai kata kata kata norma norma norma kata kata kata kaidah estetika. Semua hadir saling desak menendang-nendang dinding kepala, berenang di keluasan dada, lalu jungkir balik meminta dan menuntut dituliskan, meminta dan membujuk dibicarakan, memohon dan meminta diabadikan. Lalu dalam wacana yang aneh aku serupa orang sendiri membaca diri sebagai biografi yang belum berarti apa-apa, kendati harus kutuliskan sebagai satu kesaksian yang sexy:

THE BIOGRAPHY OF DIMAS ARIKA MIHARDJA

Dimas Arika Mihardja is another name for Sudaryono who was born in Jogjakarta on the 3rd of July 1959. Since 1985, he has moved to Jambi and becomes a lecturer at the University of Jambi, Faculty of Teacher Training and Education, Language and Art Department of Indonesian and Local Language. He has obtained the doctoral degree in 2002 with his dessertation “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia”  that has been rewritten in the form of a book in 2003.   Other poems are compiled in a single anthology such as Sang Guru Sejati (1991), Malin Kundang (1993), Upacara Gerimis (1994), andPotret Diri (2003). Those poems are published by Bengkel Puisi Swadaya Mandiri and Telanai Printing Graft. His other poems are also published by local mass media in Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, and Medan; mass media in Java: Surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, and Jakarta. The anthology of poems which collectively written are also available among others: Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro  (Taman Budaya Jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang   (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia(Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara : 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan Bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009), Lingua Franca (Antologi TSI III Tanjungpinang), Akulah Musi (Antologi Pertemuan Penyair Nusantara V di Palembang, 2011), Kitab Radja-Ratoe Alit (Antologi Puisi Alit 50 Penyair Indonesia, Kosakatakita, 2011), Beranda Rumah Cinta (Bengkel Puisi Swdaya Mandiri, 2011) and Haiku Danau Angsa (Gramedia Pustaka Utama, 2011).  His novel Catatan Harian Maya or Maya’s Diary is continually published in Harian Jambi Independent (2002). His short stories, essays, and literary criticisms are spread over on newspapers and sciencetific  journals. 

Kepalaku berdenyut dan tak henti-henti menyebut "ya, Allah, jauhkanlah diri ini dari penyakit buruk menggapai hasrat yang tak pernah tua, kesombongan yang kosong, dan hindarkanlah dari jalan yang sesat". Ruang di dadaku bergemuruh seperti lokomotif tua berbahan bakar batu bara, yang asapnya mengepul memenuhi udara. Sementara rel-rel panjang sejajar berdampingan, dingin di malam kelam dan panas ketika siang terik. Pada akhirnya aku menemu tiga kata yang terus menggoda "kamu belum apa-apa", "apakah ada guna menepuk dada?", dan "berkaryalah apa adanya".

Jambi, 6 September 2011